Dea Valencia Budiarto ~ Bagaimana kisah seorang remaja usia 19 tahun yang bisa meraih kesuksesan dalam usianya yang masih begitu belia? Yuk simak kisah sukses Dea Valencia Budiarto berikut ini!
BisnisHandal.com, Tidak ada seorang pun yang tahu kapan dia akan sukses. Bisa saja besok, bulan depan, tahun depan, 10 tahun lagi atau 50 tahun lagi. Tidak ada yang pasti.
Ada yang bisa meraih kesuksesan di usia yang masih sangat muda, tetapi ada juga yang baru mencapai kesuksesan setelah berumur lebih dari 60 tahun.
Asalkan kita tidak menyerah dalam meraih mimpi yang besar, maka cepat atau lambat kesuksesan juga akan datang pada kita.
Kisah Sukses Dea Valencia Budiarto, Sang Pendiri Batik Kultur
Kisah sukses berikut datang dari Dea Valencia Budiarto. Seorang perempuan muda dari sebuah desa di Jawa Tengah yang bisa meraih omset ratusan juta rupiah per bulan di usianya yang masih sangat muda.
Bagaimana kisahnya?
Dea Valencia Budianto yang Sudah Cerdas dari Kecil

Dea Valencia Budiarto lahir di desa Gombel, Semarang, Jawa Tengah pada tanggal 14 Februari 1994. Sejak kecil Dea Valencia sudah menjadi anak yang cerdas secara akademik. Bagaimana tidak, pada usia 15 tahun ia sudah menamatkan SMA di mana rata-rata anak Indonesia baru menamatkan SMA di usia 17 atau 18 tahun.
Usai menamatkan pendidikan di bangku SMA, Dea melanjutkan pendidikan di Universitas Multimedia Nusantara, jurusan Sistem Informasi. Dan di usianya yang baru berumur 18 tahun, Dea sudah menamatkan kuliah.
Ketertarikan Dea akan batik memang sudah ada sejak dirinya masih kecil. Maklum, Dea dibesarkan di lingkungan di mana tradisi dan kultur budaya yang masih sangat kental, salah satunya adalah kain batik.
Awal Mula Dea Valencia Membuat Baju Batik

Sumber: Instagram @deavalencia
Desain batik pertamanya dibuat Dea pada usia 16 tahun yang pada waktu itu dibuat karena ketidak-sengajaan.
Awalnya Dea secara tidak sengaja melihat sebuah produk batik dan langsung jatuh cinta pada produk batik tersebut. Namun karena tidak adanya biaya, Dea urung membeli kain batik yang ia sukai tersebut.
Keterbatasan biaya tersebut tidak membuat Dea menyerah untuk mendapatkan sebuah pakaian batik. Ia lalu memutar otak bagaimana bisa membuat sendiri baju batik impiannya.
Dari hasil membongkar lemari dan mengumpulkan beberapa potong baju batik bekas yang sudah usang, tangan kreatif Dea langsung bekerja menggunting, membordir, dan berkreasi dengan baju batik bekas tersebut.
Nah, dari hasil menggabungkan potongan-potongan kain batik usang ini akhirnya terciptalah sebuah pakaian baru yang ternyata sangat indah.
Dea Valencia Budiarto Berbisnis Batik untuk Tambahan Uang Kuliah

Memasuki kuliah semester tiga, Dea mulai berpikir untuk mencari uang tambahan untuk keperluan kuliah. Maklumlah dirinya bukan berasal dari keluarga yang serba berkecukupan.
Setelah memantapkan diri, Dea mulai berbisnis batik kecil-kecilan secara online. Ia memproduksi pakaian batiknya sendiri dan dipasarkan melalui situs jejaring sosial Facebook.
Awalnya Dea hanya memproduksi pakaian batik dalam skala kecil. Dari 20 potong pakaian yang diproduksinya sendiri dan dirinya sendiri juga yang menjadi modelnya. Dea bahkan memasarkan produknya sendiri lewat Facebook. Lambat laun ternyata penerimaan fashion batik ala Dea cukup baik.
Usahanya dengan cepat berkembang pesat hingga akhirnya lahirnya produk fashion batik Dea Valencia yang melayani pasar lokal hingga internasional.
Designer yang Tidak Bisa Menggambar

Ada yang unik dari seorang Dea Valencia Budiarto. Meskipun harus mendesain dan membuat aneka fashion batik sendiri, ternyata Dea sama sekali tidak bisa menggambar. Padahal seorang designer pakaian harus bisa menggambar, minimal dengan sketsa yang paling sederhana.
Untuk mensiasati kelemahannya ini, Dea mencari seorang designer yang bisa menerjemahkan pola desain yang ada di otak atau imajinasinya hingga menjadi sebuah desain fashion yang nyata.
Produk fashion yang dibuat oleh Dea secara umum bergaya kontemporer, yang memadukan unsur tradisional dengan modern.
Prinsip Dea adalah produk tersebut harus fashionable, tidak aneh-aneh, dan disukai oleh dia. Jadi kalau dirinya saja tidak suka, maka akan sulit meyakinkan orang lain untuk membeli pakaian tersebut.
Dengan desain batik yang simple, keren, dan kekinian, produk Batik Kultur semakin diterima oleh masyarakat khususnya anak muda kalangan milenial.
Produk Fashion Dea sempat Tersandung Masalah Hak Cipta
Ibarat tidak ada kesuksesan yang bisa diraih tanpa batu sandungan. Demikian juga bisnis fashion Dea Valencia Budiarto.
Pada awal berdirinya, Dea tidak langsung menggunakan brand Batik Kultur. Nama awal produk fashion Dea adalah Batik Sinok.
Karena ketikaktahuan Dea yang masih belia, ternyata nama Batik Sinok sudah didaftarkan oleh pengembang bisnis lain. Hal ini membuat pengembang bisnis Batik Sinok tersebut menggugat Dea Valencia atas tuduhan pelanggaran hak cipta.
Dea yang masih berumur 19 tahun ini langsung shock dan down seketika. Usaha batiknya bahkan sempat terhenti selama seminggu karena harus menyelesaikan perselisihan nama merk ini.
Beruntung, pada akhirnya masalah pelanggaran hak cipta ini dapat terselesaikan dengan baik. Dea akhirnya mengganti merknya menjadi Batik Kultur.
Tidak disangka, nama Batik Kultur malah menjadi berkah bagi bisnis Dea. Sejak berganti nama menjadi Batik Kultur, bisnisnya langsung berkembang dengan sangat pesat karena nama tersebut mudah diingat.
Dea Valencia Budiarto yang Berjiwa Sosial Tinggi

Selain piawai dalam dunia bisnis fashion, Dea Valencia Budiarto ternyata juga memiliki jiwa sosial yang sangat tinggi.
Di saat perusahaan lain berlomba untuk mencari tenaga kerja yang paling sempurna dengan CV yang super mentereng, Dea malah memberdayakan mereka yang berkebutuhan khusus sebagai karyawannya.
Dea tidak segan mempekerjakan karyawan yang tidak memiliki kaki atau tangan. Ada juga beberapa tuna rungu dan tuna wicara yang direkrut Dea dari pusat pelatihan khusus anak-anak penyandang disablitas.
Keputusan Dea memperkerjakan para penyandang disabilitas patut diacungi jempol. Dea tidak pernah membedakan karyawannya, apakah memiliki tubuh yang lengkap ataupun berkebutuhan khusus. Selama mereka mau bekerja mencari nafkah, mereka berhak mendapatkan pekerjaan dan mendapatkan kesejahteraan.
Batik Kultur Saat Ini
Kini bisnis Batik Kultur yang dibangun oleh Dea dari nol telah berkembang dengan pesat. Semua ini adalah berkat segala upaya dan kerja keras Dea Valencia.
Dea memang total dalam menjalankan bisnisnya ini. Mulai dari mendesain, menjadi model, hingga memasarkan produknya sendiri. Dea bahkan sampai terjun ke lapangan mencari sentra tenun ikat di Desa Troso dan belajar membatik juga ia lakoni.

Kini, dalam 1 bulan, Dea bisa menjual tidak kurang dari seribu potong pakaian. Harga produk fashion Dea cukup bervariasi, mulai dari Rp 200an ribu hingga Rp 1 jutaan.
Setiap bulannya, Dea mampun meraup omset tidak kurang dari Rp 300 juta. Semua keberhasilan ini dibangun Dea berkat kerja keras dan konsistensinya dalam memelihara dan mengembangkan Batik sebagai salah satu warisan leluhur Nusantara.
Baca Juga:
- Kisah Sukses Susi Pudjiastuti, Buah Manis atas Kegigihan dan Kerja Keras
- Kisah Rico Huang, Pebisnis Online Sukses setelah Puluhan Kali Gagal
- Kerasnya Hidup di Balik Sukses Reza Nurhilman, Sang Presiden Maicih
Dari kisah sukses seorang Dea Valencia Budiarto, kita bisa mengambil beberapa pelajaran berharga di sini.
- Kerja keras dan totalitas tanpa batas
- Jangan asal-asalan memilih Merk
- Peduli akan masyarakat sekitar, kalau memungkinkan bantulah mereka
- Bangga akan produknya sendiri
- Keterbatasan kemampuan bukan berarti harus menyerah dalam bisnis
- Memiliki kepedulian untuk melestarikan budaya Indonesia
Semoga kisah keberhasilan Dea bisa menjadi inspirasi bagi kita semua. [BH/CS]